Pelatih Taekwondo di Nunukan Divonis 19 Tahun Penjara atas Kasus Pencabulan: Prestasi Tak Bisa Menutupi Kejahatan
Info NUNUKAN- Sebuah vonis akhirnya dijatuhkan kepada Yudi Candra, pelatih taekwondo di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), yang terbukti melakukan pencabulan terhadap anak didiknya sendiri. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Nunukan menjatuhkan hukuman 19 tahun penjara dan denda Rp100 juta, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta 20 tahun penjara.
Keputusan ini menuai beragam reaksi dari masyarakat, terutama karena terdakwa dianggap mendapat keringanan hukuman akibat kontribusinya dalam membesarkan nama daerah melalui prestasi olahraga. Namun, pertanyaannya: apakah prestasi bisa menjadi alasan untuk meringankan kejahatan seksual terhadap anak?
Fakta Kasus: Pelatih yang Mengecewakan
Kasus ini terungkap setelah seorang orang tua korban melaporkan Yudi Candra ke Polres Nunukan. Dugaan awal muncul ketika tersiar kabar tentang pelecehan seksual di tempat latihan taekwondo. Orang tua korban kemudian memastikan kebenarannya dengan menanyakan langsung kepada anaknya, dan sang anak mengaku menjadi korban pencabulan.
Dalam persidangan, majelis hakim yang diketuai oleh Raden Narendra Mohni Iswoyokusumo menyatakan Yudi terbukti melakukan tindak pidana pencabulan terhadap lebih dari satu anak didiknya. Meski jaksa menuntut 20 tahun penjara, hakim memutuskan vonis lebih ringan dengan pertimbangan prestasi Yudi dalam membina atlet taekwondo Nunukan dan Kaltara di tingkat nasional maupun internasional.

Baca Juga: Kakanwil DitjenPAS Kaltim Berikan Penguatan Tugas dan Fungsi Pemasyarakatan di Lapas Nunukan
Prestasi vs. Keadilan: Kontroversi Vonis
Al Amin Syayidin Ali Mustopa, Humas PN Nunukan, menjelaskan bahwa prestasi Yudi menjadi salah satu faktor yang meringankan hukumannya. “Ya, prestasi terdakwa menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman,” ujarnya.
Namun, keputusan ini memicu pertanyaan:
-
Seberapa adil memberikan keringanan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual anak hanya karena ia memiliki kontribusi di bidang olahraga?
-
Apakah prestasi bisa menjadi alasan untuk mengurangi rasa sakit korban dan trauma yang mereka alami?
Banyak pihak, termasuk aktivis perlindungan anak, menilai bahwa kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum seberat-beratnya, terlepas dari latar belakang pelaku.
Kasus ini bukan hanya tentang hukuman, tetapi juga tentang kepercayaan publik terhadap dunia olahraga. Seorang pelatih seharusnya menjadi figur yang melindungi dan membimbing anak didiknya, bukan justru menjadi predator yang merusak masa depan mereka.
Trauma yang dialami korban bisa berdampak panjang, mulai dari gangguan psikologis, ketakutan berlebihan, hingga hilangnya minat pada olahraga yang mereka cintai.
Masyarakat Nunukan Menuntut Perlindungan Lebih Kuat
Kasus ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah, organisasi olahraga, dan orang tua untuk:
-
Memperketat pengawasan terhadap pelatih dan lembaga pendidikan olahraga.
-
Mendorong sosialisasi tentang pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak.
-
Memastikan bahwa setiap laporan pelecehan seksual ditindaklanjuti dengan serius tanpa pandang bulu.
Meski Yudi Candra harus mendekam di penjara selama 19 tahun, perjalanan menuju keadilan bagi korban belum berakhir. Prestasi tidak boleh menjadi tameng bagi pelaku kejahatan, apalagi yang melibatkan anak-anak.
Masyarakat Nunukan dan seluruh Indonesia harus terus bersuara untuk perlindungan anak dan memastikan bahwa tidak ada lagi predator yang bersembunyi di balik jabatan atau prestasi.