NUNUKAN- Kearifan Lokal vs Regulasi Nasional Hipmi Nunukan Tegaskan Pupuk Ilegal Bukan Bagian dari Perdagangan Lintas Batas Tradisional, Di wilayah perbatasan seperti Nunukan, Kalimantan Utara, interaksi ekonomi antara Indonesia dan Malaysia telah berlangsung sejak lama. Perdagangan tradisional lintas batas seringkali dianggap sebagai bagian dari kearifan lokal yang harus dilestarikan. Namun, bagaimana jika komoditas yang diperdagangkan justru masuk dalam kategori terlarang dan mengancam sistem regulasi nasional?
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kabupaten Nunukan menegaskan bahwa penyamaan antara pupuk ilegal asal Malaysia dengan barang kebutuhan pokok (bapok) seperti gula, tepung, minyak goreng, dan gas LPG adalah sebuah kekeliruan konseptual yang berpotensi mengganggu stabilitas distribusi nasional.
Lantas, mengapa pupuk tidak bisa disamakan dengan sembako? Bagaimana dampaknya jika pupuk ilegal terus beredar? Dan apa solusi yang ditawarkan Hipmi Nunukan untuk mengatasi masalah ini?
1. Pupuk vs. Bapok: Dua Klasifikasi yang Berbeda
Ketua Umum BPC Hipmi Nunukan, Djiorezi Silawane, S.H., menjelaskan bahwa pupuk tidak termasuk dalam kategori sembako, melainkan sarana produksi pertanian strategis yang berada di bawah pengawasan ketat Kementerian Pertanian.
Perbedaan Mendasar:
-
Bapok (Barang Pokok): Bersifat konsumtif, digunakan langsung oleh rumah tangga (misal: gula, minyak, beras).
-
Pupuk: Bersifat produktif, masuk dalam rantai produksi pertanian dan memengaruhi ketahanan pangan nasional.
Pupuk tunduk pada regulasi sektoral yang ketat karena menyangkut:
Produksi pangan nasional
Pengendalian subsidi pemerintah
Dampak lingkungan dari penggunaan bahan kimia
Sementara itu, beberapa bapok memang diakomodasi dalam Border Trade Agreement (BTA) Indonesia-Malaysia yang diperbarui pada 8 Juni 2023. Namun, pupuk tidak termasuk dalam daftar komoditas yang diizinkan.
2. Bahaya Peredaran Pupuk Ilegal
Pupuk ilegal yang masuk tanpa izin melanggar sejumlah aturan, antara lain:
-
UU No. 17/2006 tentang Kepabeanan (larangan masuk barang tanpa jalur resmi).
-
UU No. 7/2014 tentang Perdagangan (pengawasan impor dan distribusi).
-
UU No. 22/2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (perlindungan sarana produksi pertanian).
Dampak Negatif Pupuk Ilegal:
Distorsi Pasar: Harga pupuk tidak terkendali, merugikan petani dan distributor resmi.
Subsidi Tidak Tepat Sasaran: Pupuk bersubsidi dari pemerintah kalah bersaing dengan pupuk ilegal.
Kualitas Tidak Terjamin: Pupuk ilegal berpotensi mengandung bahan berbahaya bagi tanah dan tanaman.
Merugikan Pelaku Usaha Lokal: Pengusaha yang taat aturan dirugikan oleh praktik ilegal.
3. Solusi dari Hipmi Nunukan
Hipmi Nunukan mengusulkan beberapa langkah korektif:

Baca Juga: Polres Nunukan Hapus 11,5 Kg Sabu Narkoba Dan 65 Tersangka Sabu Diamankan
Penguatan Koperasi Pertanian
-
Koperasi legal harus menjadi pusat distribusi pupuk di perbatasan.
-
Memastikan petani mendapat akses pupuk bersubsidi dengan harga terjangkau.
Evaluasi Sistem e-RDKK
-
Database Real-Time: Memperbarui data petani untuk menghindari diskriminasi distribusi.
-
Transparansi Alokasi: Memastikan pupuk sampai ke tangan yang tepat.
Satgas Lintas Instansi
-
Gabungkan aparat bea cukai, pertanian, dan perdagangan untuk pengawasan ketat.
-
Tindakan tegas terhadap penyelundupan pupuk ilegal.
4. Pesan Kunci: Jangan Korbankan Sistem Nasional demi Toleransi Lokal
Djiorezi menegaskan:
“Kita tidak bisa terus menoleransi narasi darurat untuk melegitimasi pelanggaran struktural. Pupuk bukan soal toleransi sosial, tapi soal sistem produksi nasional. Kalau distribusinya bermasalah, benahi sistemnya. Jangan biarkan jalur ilegal jadi kebiasaan.”
Artinya, kearifan lokal tidak boleh menjadi pembenaran untuk melanggar hukum. Jika ada masalah distribusi, solusinya adalah memperbaiki sistem, bukan membiarkan praktik ilegal terus berjalan.
Pupuk ilegal bukan sekadar masalah perdagangan, tetapi ancaman terhadap ketahanan pangan dan kedaulatan regulasi Indonesia. Hipmi Nunukan mengajak semua pihak—pemerintah, petani, dan pelaku usaha—untuk bersinergi memperkuat sistem distribusi resmi dan menolak praktik ilegal yang merugikan negara.